PERILAKU KEORGANISASIAN

“Struktur organisasi; Anatomi organisasi dan Pola Organisasi”



BAB I

“Struktur Organisasi; Anatomi Organisasi”

  1. Desain Organisasi Penyusunan Konsep dari Persoalan


Desain organisasi menekankan pada sisi manajemen dari teori organisasi dengan mempertimbangkan konstruksi dan mengubah struktur organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Desain organisasi didefinisikan atau dinyatakan sebagai proses pembuatan keputusan yang dilakukan oleh manajer untuk memilih struktur organisasi yang sesuai dengan strategi untuk organisasi dan lingkungan tempat anggota organisasi melaksanakan strategi tersebut. Desain organisasi menuntut manajer untuk melihat secara bersamaan ke dalam organisasi dan ke luar organisasi. Ada empat bagian untuk membangun desain organisasi, yaitu pembagian kerja, departementalisasi, hirarki dan koordinasi. Dalam pengembangan desain organisasi ada dua hal yang penting, pertama perubahan strategi dan lingkungan berlangsung dengan berlalunya waktu, desain organisasi merupakan proses yang berkelanjutan. Kedua, perubahan dalam struktur termasuk mencoba dan kemungkinan berbuat salah dalam rangka mensyusun desain organisasi. Manajer hendaknya memandang desain organisasi sebagai pemecahan masalah dan mengikuti tujuan organisasi dengan gaya situasional atau kontingensi, yaitu struktur yang ada didesain untuk menyesuaikan keadaan organisasi atau sub unitnya yang unik.

Struktur organisasi (desain organisasi) dapat di definisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola.  Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukkan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-berbeda dalam suatu organisasi. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standardisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembutan keputusan dan besaran (ukuran) sartuan kerja. Adapun faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah sebagai berikut :

A. Strategi organisasi untuk mencapai tujuannya.

Chandler telah menjelaskan hubungan strategi dan struktur organisasi dalam studinya pada perusahaan-perusahaan industri di amerika, dia pada dasarnya menyimpulkan bahwa “strukur mengikuti startegi”. Strategi akan menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun di antara para manajer dan bawahan. Aliran kerja sangat di pengaruhi strategi, sehingga bila strategi berubah maka struktur organisasi juga berubah.

B. Teknologi yang di gunakan. 

Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang atau jasa akan membedakan bentuk struktur organisasi. Sebagai contoh : perusahaan mobil yang mempergunakan teknologi industri masal akan memerlukan tingkat standarisasi dan spesialisasi yang lebih tinggi di banding perusahaan industri pakaian jadi yang mengutamakan perubahan mode.

C. Anggota (karyawan) dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi. 

Kemampuan dan cara berpikir para anggota, serta kebutuhan mereka untuk bekerjasama harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi. Kebutuhan manager dalam pembuatan keputusan juga akan mempengaruhi saluran komunikasi, wewenang dan hubungan diantara satuan-satuan kerja pada rancangan struktur organisasi. Disamping itu, orang-orang diluar organisasi, seperti pelanggan, supplier, dan sebagainya perlu di pertimbangkan dalam penyusunan struktur.

D. Ukuran organisasi.

Besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan-satuan kerjanya akan sangat mempengaruhi struktur organisasi. Semakin besar ukuran organisasi , struktur organisasi akan semakin kompleks, dan harus dipilih bentuk struktur yang tepat. Proses mendesain organisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan dari bawah ke atas /bottom up dan pendekatan dari atas ke bawah/top down (Reksohadiprojo dan handoko ,2000). Terlepas dengan cara apa pendekatan akan dilakukan, isi keputusan selalu sama, yaitu keputusan pertama fokus pada jabatan – jabatan perorangan, dua keputusan berikutnya fokus pada departemen atau sekelompok jabatan, dan keputusan fokus keempat mempertimbangan kewenangan pada seluruh struktur (ivancevich et. al.,2007).

2. Pembagian Kerja

Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan karyawan harus menggunakan prinsip the right man in the right place. Pembagian kerja harus rasional/objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike. Dengan adanya prinsip orang yang tepat ditempat yang tepat (the right man in the right place) akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja. kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena itu, seorang manajer yang berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya. Kelompok dua atau lebih orang yang bekerja sama secara kooperatif dan di koordinasikan dapat mencapai hasil lebih daripada dilakukan perseorangan. Konsep ini disebut synergy. Tiang dasar pengorganisasian adalah prinsip pembagian kerja (division of labor) yang memungkinkan synergy terjadi. Pembagian kerja ini efektif karena bila hanya kompenen kecil dari pekerjaan yang dilaksanakan, kualifikasi personalia yang rendah digunakan, dan latihan jabatan lebih mudah. Lebih dari itu, pembagian kerja mengarahkan penanaman pada peralatan dan mesin-mesin yang efisien untuk meningkatkan produktifitas.

Pembagian kerja ini biasanya dilakukan oleh manajer dengan cara membagi seluruh tugas organisasi menjadi pekerjaan – pekerjaan khusus yang tersusun dari aktivitas – aktivitas khusus. Pembagian kerja dalam suatu organisasi dalam dilakukan dengan berbagai cara, yaitu kendali (Ivancevich et. al., 2007) :
  • Keahlian khusus pribadi, sebagian besar orang beranggapan bahwa istilah spesialisasi berkaitan dengan keahlian khusus dalam profesi dan pekerjaan. Jenis – jenis pekerjaan yang termasuk dalam kategori ini antara lain dokter, akuntan , ilmuwan, desainer, grafis dan sebagainya.
  • Alur kerja yang lazim yang dilakukan, misalnya pabrik – pabrik sering kali membagi pekerjaan fabricating dan assembly. Selanjutnya individu – individu akan ditugaskan di dalam salah satu dari dua pekerjaan tersebut. Hal ini sering disebut sebagai spesialisasi horizontal specialization 
  • Bidang vertikal, seluruh organisasi memilki hierarki kewenangan dari manajer level rendah sampai dengan manajer level tertinggi. Pekerjaan CEO akan berbeda dengan pekerjaan supervisor.
Namun demikian, beberapa penulis telah menunjukkan adanya konsekuensi-konskuensi pada perilaku karyawan sehubungan dengan pembagian kerja, bila hal itu dilaksanakan secara ekstrim. Ini dapat menimbulkan kebosanan, keletihan, monoton dan kehilangan motivasi yang dapat menghasilkan ketidak efisienan. Berikut ini ada beberapa dasar yang dapat dijadikan pedoman untuk mengadakan pembagian kerja. Pedoman-pedoman tersebut adalah: 

  1. Pembagian kerja atas dasar wilayah atau teritorial, misalnya wilayah timur, barat atau wilayah kecamatan, kabupaten dan lain sebagainya.
  2. Pembagian kerja atas dasar jenis benda yang diproduksi, misalnya pada komponen suatu kendaraan, bagian pemasangan jok mobil, pemasangan rem mobil dan lainnya.
  3. Pembagian kerja atas dasar langganan yang dilayani, misalnya adalah langganan secara individual atau kelompok, pemerintahan atau non pemerintahan dan sebagainya
  4. Pembagian kerja atas dasar fungsi (rangkaian) kerja, misalnya bagian produksi, bagian gudang, bagian pengiriman dan lainnya.
  5. Pembagian kerja atas dasar waktu, misalnya shif kerja pagi, siang dan malam.


Dari hal tersebut diatas maka akan tergambar atau terlihat pembagian kerja di dalam suatu organisasi, yakni:
  • Jumlah unit organisasi yang ada akan disesuaikan dengan kebutuhan dari organisasi tersebu
  • Suatu unit organisasi ini harus mempunyai fungsi bulat dan berkaitan dengan yang lainnya
  • Pembentukan unit baru hanya dilaksanakan bilamana unit yang ada sudah tidak tepat lagi untuk menampung kegiatan yang baru baik dari beban kerja maupun hubungan kerja. 
  • Secara garis besar akan berpengaruh pada aktifitas dan sifat dari organisasi tersebut. 


3. Departementalisasi

Departementalisasi adalah proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokan. Efisiensi aliran pekerjaan tergantung pada keberhasilan integrasi satuan-satuan yang bermacam-macam dalam organisasi. pembagian kerja dan kombinasi tugas mengarah ke tercapainya struktur-struktur departemen dan satuan-satuan kerja.

Ada beberapa cara dimana organisasi dapat menentukan pola organisasi yang akan digunakan untuk mengelompokan kegiatan-kegiatan yang bermacam-macam untuk dilaksanakan :
1) Fungsi : pemasaran, akuntansi, produksi atau keuangan
2) Produk atau jasa : divisi mesin cuci, lemari es, televise atau radio
3) Wilayah : divisi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, 
4) Langganan : penjualan industry, pedagang eceran, atau konsumen
5) Proses atau peralatan :  departemen pemorongan, kelompok perakitan dan bagian pembungkus atau bagian finishing
6) Waktu : kelompok kerja bisa di bagi menjadi shift pertama, shift kedua dan shift ketiga
7) Pelayanan : mencerminkan kelas bisnis, ekonomi dan kelas turis dalam pelayanan didalam pesawat
8) Alpha-numerial : bisa digunakan pada pelayanan telepon dimana, missal nomer 000000-50.0000 ditempatkan dalam satu departemen dan nomer 50.0001-99.999 dalam departemen lain
9) Proyek dan matriks : digunakan oleh perusahaan-perusahaan konstruksi dengan teknologi tinggi, perusahaan konsultan atau orientasi-energi
Dalam hal ini hampir semua organisasi mengunakan lebih dari satu pendekatan dalam pengelompokan kegiatan-kegiatannya.

Departementalisasi Fungsional

Departementalisasi fungsional mengelompokkan fungsi-fungsi yang sama atau kegiatan-kegiatan sejenis untuk mebentuk satuan organisasi. Organisasi fungsional ini mungkin bentuk departementalisasi yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi. Gambar dibawah ini menunjukkan departementalisasi fungsional yang digunakan pada tingkat manajemen puncak yang membagi empat fungsi utama bisnis-produksi, pemasaran, keuangan dan personalia (kepegawaian).

Kebaikan utama departementalisasi fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi-fungsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi menentukan keahlian organisasi dan memungkinkan pengawasan manajemen puncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi.
Kelemahan struktur fungsional adalah dapat menciptakan konflik antar fungsi-fungsi, menyebabkan kemacetan-kemacetan pelaksanaan tugas yang berurutan, memberikan tanggapan lebih lambat terhadap perubahan, hanya memusatkan pada kepentingan tugas-tugasnya, dan menyebabkan para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inovatif.

Departementalisasi Divisional

Organisasi divisional dapat mengikuti pembagian divisi-divisi atas dasar produk, wilayah, langganan dan proses atau peralatan. Setiap departemen bertanggung jawab atas suatu produk atau suatu sekumpulan produk yang berhubungan (garis produk). Divisional produk adalah pola logic yang dapat di ikuti bila jenis-jenis produk mempunyai teknologi pemrosessan dan metode-metode pemasaran yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam suatu organisasi. Gambar dibawah ini terlihat bahwa perusahaan di organisasikan atas dasar pada tingkat manajer umum, dan pada tingkat selanjutnya menggunakan pendekatan fungsional.

Untuk melakukan pengumpulan orang-orang dalam suatu unit, divisi, bagian ataupun departemen dengan tugas pekerjan yang berkaitan diadakan kegiatan departementalisasi. Pembagian departemen atau unit pada struktur organisasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam :

  1. Departementalisasi Menurut Fungsi: Pada pembagian ini orang yang memiliki fungsi yang terikat dikelompokkan menjadi satu. Umum terjadi pada organisasi kecil dengan sumber daya terbatas dengan produksi yang tidak banyak. Biasanya dibagi dalam bagian keuangan, pemasaran, umum, produksi, dan lain sebagainya.
  2. Departementalisasi Menurut Produk / Pasar: orang-orang atau sumber daya yang ada dibagi ke dalam departementalisasi menurut fungsi serta dibagi juga ke dalam tiap-tiap lini produk, wilayah geografis, menurut jenis konsumen, dan lain sebagainya.
  3. Departementalisasi Organisasi Matriks: Bentuk organisasi matriks merupakan gabungan dari departementalisasi menurut fungsional dan departementalisasi menurut proyek. Seorang pegawai dapat memiliki dua posisi baik secara fungsi maupun proyek sehingga otomatis akan memiliki dua atasan / komando ganda. Proyek biasanya diadakan secara tidak menentu dan sifatnya tidak tetap.


4. Rentang Kendali 

Rentang Kendali adalah bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.
Rentang kendali disebut juga rentang manajemen. Penetapan dasar yang tepat bagi departementalisasi menentukan jenis pekerjaan yang akan dikelompokkan. Namun penetapan tersebut tidak menentukan jumlah pekerjaan yang akan dimasukkan dalam suatu kelompok tertentu. Penetapan yang demikian merupakan masalah rentang kendali. Ada dua alasan mengapa penentuan rentang yang tepat adalah penting:

  1. Rentang manajemen mempengaruhi penggunaan efisien dari manajer dan pelaksana kerja efektif dari bawahan mereka. 
  2. Ada hubungan antara rentang manajemen diseluruh organisasi dan struktur organisasi. Semakin sempit rentang manajemen, struktur organisasi akan membentuk “tall” dengan banyak pengawasan diantara manajemen puncak dan tingkat paling rendah.  Rentang manajemen yang melebar akan menghasilkan struktur yang berbentuk “flat” yang berarti tingkat manajemen semakin sedikit. Struktur ini akan mempengaruhi efektifitas manajer disemua tingkatan.

Pedoman dalam menentukan rentang manajemen mencakup beberapa factor yang berhubungan dengan situasi bawahan dan atasan, sebagai berikut :

  1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan rentang manajemen dapat relatif melebar bila: Pekerjaan bersifat rutin, Operasi-operasi stabil, Pekerjaan bawahan sejenis, Bawahan dapat bekerja tidak bergantung satu dengan yang lain, Prosedur-prosedur dan metode-metode dibuat secara baik dan telah di konfirmasi, Pekerjaan tidak membutukan pengawasaan yang tinggi.
  2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan bawahan. Rentang manajemen dapat relatif melebar bila : Bawahan adalah terlatih baik untuk pekerjaan tertentu, dan Bawahan lebih senang bekerja tanpa pengawasan yang ketat
  3. Factor-faktor yang berhubungan dengan atasan. Rentangan manajemen dapat relatif melebar bila : Manajer adalah terlatih baik dan berkemampuan tinggi, Manajer menerima bantuan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatn pengawasannya, Manajer tindak mempunyai kegiatan-kegiatan tambahan selama pengawasan dilaksanakan, Manajer lebih menyukai gaya pengawasan yang lepas dari pada ketat.

Keluasan rentang kendali dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sesuai dengan pendapat Stoner faktor yang mempengaruhinya, yaitu: kondisi dan situasi pekerjaan,  karyawan bawahan dan manajer.
Semakin besar rentang kendali semakin efisien, dari segi biaya tetapi mengurangi keefektifan. Karena kinerja karyawan menurun dan manajer tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan bimbingan dan dukungan yang diperlukan investasi untuk melatih karyawan agar kinerjanya tetap baik. Fakto yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan luas rentang manajemen adalah :
  1. Kesamaan fungsi-fungsi: semakin sejenis fungsi yang dilaksanakan oleh kelomplok kerja, rentangan semakin melebar.
  2. Kedekatan geografis: semakin dekat letak geografis  kelompok kerja, rentangan semakin melebar.
  3. Tingkat pengawasan langsung yang dibutuhkan:s emakin sedikit pengawasan langsung yang dibutuhkan, rentangan semakin melebar.
  4. Tingkat koordinasi yang dibutuhkan : semakin berkurang koordinasi yang dibutuhkan, rentangan semakin melebar.


5. Pelimpahan Wewenang

Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Sedangkan “wewenang” hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2 cara yaitu dengan:
  • Atribusi

adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD). Selain secara atribusi, wewenang juga dapat diperoleh melalui proses pelimpahan yang disebut  delegasi, dan mandat. 

Pelimpahan wewenang merupakan faktor utama dalam organisasi dan manajemen industri. Hal ini disebabkan karena :  
  1. Pelimpahan wewenang dapat digunakan untuk menetapkan hubungan organisatoris formal diantara badan-badan usaha terkait, atau hubungan struktural antara personal dalam organisasi.
  2. Pelimpahan wewenang berarti memberikan kekuasaan manajerial kepada para manajer untuk melakukan dan pengambilan keputusan penting.
  3. Pelimpahan wewenang merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan bawahan dengan cara memberikan izin kepada mereka untuk mengambil keputusan dan menerapkan IPTEK yang mereka peroleh dari program-program training dan pertemuan-pertemuan. 

Ada beberapa keuntungan dari kerugian pelimpahan wewenang sebagai berikut :

a. Keuntungan pelimpahan wewenang yaitu :

  1. Mendorong pengembangan manajer profesiona.
  2. Menciptakan iklim persaingan dalam organisasi
  3. Memungkinkan terciptanya otonomi manajer yang lebih besar

b. Kerugian pelimpahan wewenang adalah sebagai berikut :

  1. Program pelatihan yang mahal.
  2. Penolakan pelimpahan wewenang kepada atau oleh bawahan.
  3. Administrasi bertambah.

Tiga komponen penting dalam pelimpahan wewenang yaitu : 

  1. Aktivitas, artinya menunjukkan sesuatu yang harus dilakukan, dikerjakan dan diselesaikan oleh seoarang manajer atau stafnya. 
  2. Wewenang, berarti keputusan yang dapat dikeluarkan oleh seorang manajer tanpa minta persetujuan manajer di atasnya.
  3. Hubungan,  berarti sesuatu yang dilaporkan oleh bawahannya kepada manajer atau sebaliknya. Dengan demikian, pelimpahan wewenang akan berjalan lebih baik apabila pemberi wewenang dapat mendefinisikan dan mendeskripsikan pekerjaan yang akan dilimpahkan kepada bawahannya.Dalam suatu organisasi para manajer harus menguraikan pekerjaan dalam kaitannya dengan aktivitas, wewenang, dan hubungan. 

6. Dimensi Struktur

Dimensi struktur organisasi dibagi menjadi 6, yaitu :

  1. Spesialisasi (specialization) – tingkatan atau derajat aktivitas organisasi dibagi ke dalam peran-peran yang terspesialisasi. Misalnya, tugas pengembangan sumber daya manusia dipegang oleh karyawan yang memiliki spesialisasi pelatihan dan pendidikan.
  2. Standarisasi (standardization) – tingkatan atau derajat organisasi menentukan aturan dan prosedur standar. Apakah ada prosedur khusus untuk memastikan perkembangan organisasi.
  3. Standarisasi kepegawaian (standardization of employment practices) - Apakah organisasi memiliki ketentuan dalam merekrut pegawai? Misalnya, apakah ada peraturan kerja atau karyawan terkait dengan disiplin dan sanksi?
  4. Formalisasi (formalization) – tingkatan atau derajat instruksi, prosedur dan lainnya yang tertulis. Apakah organisasi memiliki peraturan yang dibukukan? Apakah ada deskripsi kerja yang tertulis?
  5. Sentralisasi (sentralization) – tingkatan atau derajat otoritas pengambilan keputusan yang terjadi di puncak hirarki manajemen. Sentralisasi terkait dengan otoritas yang berada di puncak hirarki atau tersebar.
  6. Konfigurasi (configuration) – “bentuk” dari peran, struktur organisasi, misalnya apakah rantai komando panjang atau pendek, apakah atasan memiliki rentang kendali luas atau sempit dibandingkan bawahannya, apakah jumlah bawahannya banyak atau sedikit. Misalnya, banyak-sedikitnya jumlah bawahan langsung dan tidak langsung seorang supervisor akan mempengaruhi angka konfigurasi.


Hambatan sentralisasi :

  1. Hanya memperhatikan struktur formal.
  2. Memperhatikan kebebasan dalam pengambilan keputusan.
  3. Konsentrasi pada seseorang, unit atau tingkat.
  4. Kontrol dari top manajemen, tetapi keputusan tetap terletak pada anggota tingkat rendah. 



BAB 2“Pola Organisasi”

Pola organisasi adalah bentuk susunan dari sekelompok orang dalam mencapai tujuan bersama. Pola organisasi dibagi menjadi dua :

a)  Organisasi formal, adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan  diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang  rasional. Contoh : Perseroan terbatas, Sekolah, Negara, dan lain sebagainya.

b)   Organisasi Informal, adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang terlibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari. Keanggotaan pada organisasi-organisasi informal dapat dicapai baik secara sadar maupun tidak sadar. Contoh organisasi informal adalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam bersama. Organisasi informal dapat dialihkan menjadi organisasi formal apabila hubungan didalamnya dan kegiatan yang dilakukan terstruktur dan terumuskan. 
Selain itu,

Organisasi juga dibedakan menjadi organisasi primer dan organisasi sekunder menurut Hicks:
a) Organisasi Primer, menuntut keterlibatan secara lengkap, pribadi dan emosional anggotanya. Mereka berlandaskan ekspektasi timbal balik. Contoh dari organisasi semacam ini adalah keluarga-keluarga tertentu.

b) Organisasi Sekunder, memuat hubungan yang bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Organisasi seperti ini tidak bertujuan memberikan kepuasan batiniah, tapi mereka memiliki anggota karena dapat menyediakan alat-alat berupa gaji ataupun imbalan kepada anggotanya. Sebagai contoh organisasi ini adalah kontrak kerjasama antara majikan dengan calon karyawannya dimana harus saling setuju mengenai seberapa besar pembayaran gajinya.

1. Merancang lingkup kerja dan kaitan kerja.

Lingkup kerja mengkaji masalah perilaku organisasi yang meliputi pembahasan mengenai perilaku individu. Ruang lingkup hanya terbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi. Lingkup kerja dirancang agar pekerjaan berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan yang telah diharapkan.
Kaitan kerja adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, dimana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan di mana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa kaitan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha.

2. Isi pekerjaan dan hasil pelaksanaan pekerjaan.

Isi pekerjaan pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:
  1. Pembuatan Perjanjian Kerja (yaitu titik tolak suatu hubungan kerja)
  2. Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak dari pengusaha atas pekerjaan tersebut)
  3. Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja, sekaligus merupakan hak dari si pekerja atas upah)
  4. Berakhirnya Hubungan Kerja
  5. Cara Penyelesaian Perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan

Hasil pelaksanaan pekerjaan mencakup laporan dari pekerjaan yang telah dilakukan. Baik atau buruk, berhasil atau gagal, hasil pelaksanaan pekerjaan selalu memiliki nilai postif atau negative. Kemudian hasil tersebut akan dipertanggung jawabkan dengan bijak. Dan menjadi tolak ukur bagi setiap individu yang melaksanakannya agar menghasilkan pekerjaan yang lebih baik lagi.

3. Desain kembali Jajaran Kerja

Job redesign atau mendesain ulang pekerjaan adalah mengacu pada perubahan kerja yang meningkatkan kualitas atau produktivitas kerja. Dalam terminology ini termasuk juga rotasi (job rotation), perluasan kerja (job enlargement) dan pengayaan kerja (job enrichment). Job redesign merupakan cara yang unik untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Ada tiga alasan mengapa demikian:
a) Job redesign merubah hubungan dasar antar pekerja dan pekerjaan, yang sudah lama menjadi masalah human relations. Job redesign berasumsi bahwa pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang kuat atas motivasi pekerja, kepuasan dan produktivitas.

b) Job redesign tidak berusaha merubah sikap tetapi mengasumsikan sikap positif akan mengikuti jika pekerjaan ini didesain ulang dengan layak. 

c) Job redesign membantu individu memperoleh kembali kesempatan untuk mengalami jerih payah dari melakukan sesuatu dengan baik. Ini lebih dari sekedar kepuasan, ada juga perasaan berharga dan memiliki kemampuan dimana pekerja merasa tumbuh dan berkembang sebagai manusia. 
Job redesign menjadi alat yang ampuh karena menjadi basis untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya organisasi. Menurut ahli, ini merupakan jalan bagi perusahaan untuk bekerja “lebih bijak”. 

Teknik Job Redesign
Teknik Job Redesign adalah metode yang digunakan untuk merubah prosedur kerja dan tergantung pada situasi, meningkatkan atau menurunkan 
17
permintaan kerja. Teknik ini sangat berguna berhubungan dengan problem moral yang disebabkan oleh pekerjaan yang menjemukan dan tidak berarti. Ada tiga teknik yang popular :

a) Job rotation: yaitu menggerakkan pekerja dari satu pekerjaan kepada yang lain untuk tujuan mengurangi kejenuhan atau juga dikenal dengan istilah “rolling”. Perpindahan bisa dilakukan dalam bagian atau antar bagian yang berbeda atau dalam unit yang ada. 
Keuntungannya adalah dapat membuat pekerja lebih tertarik pada pekerjaan mereka. Job rotation membuat pegawai dari keahlian yang sempit menjadi lebih luas yang dapat melakukan berbagai hal. Keuntungan tadi dapat meningkatkan motivasi.

b) Job enlargement: Memberikan kesempatan pekerja untuk melakukan sesuatu yang lebih. Biasanya pekerjaan baru ini sama dengan apa yang telah dilakukan oleh seseorang sebelumnya. Keuntungan utama job enlargement tampaknya adalah meningkatnya kepuasaan dan kualitas pekerjaan.

c) Job enrichment: Teknik yang secara perilaku lebih maju dari job enlargement, yang berusaha membangun motivator psikologis sebagaimana digambarkan dalam two-factor theory, Herxberg. Khususnya program pengayaan pekerjaan berusaha untuk memberikan pekerja otorisasi lebih dalam perencanaan kerja dan mengontrol kecepatan dan prosedur yang digunakan dalam melakukan pekerjaan. Contoh yang dilakukan adalah menggunakan test group dan control group. 

4. Desain kembali Jajaran kerja dan keadaan kerja.

Menurut Stewart and Stewart, (1983:53) keadaan kerja sebagai serangkaian kondisi lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja. Menurut Newstrom (1996:469) bahwa keadaan kerja berhubungan dengan penjadwalan dari pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari atau malam selama orang-orang bekerja. Oleh sebab itu kondisi kerja yang terdiri dari faktor-faktor seperti kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sementara dari lingkungan kerja, harus diperhatikan agar para pekerja dapat merasa nyaman dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.

5. Teori-teori Organisasi

Teori organisasi adalah suatu konsepsi, pandangan, tinjauan, ajaran, pendapat atau pendekatan tentang pemecahan masalah organisasi sehingga dapat lebih berhasil bahkan pada gilirannya organisasi dapat mencapai sasaran yang ditetapkan, adapun yang dimaksud masalah itu sendiri adalah segala sesuatu yang memerlukan pemecahan dan pengambilan keputusan. 
Masalah yang dihadapi oleh organisasi sangat kompleks dari setiap masalah organisasi yang sangat kompleks itu memunculkan berbagai kajian untuk lebih memahami efektifitas organisasi. Dari usaha intelektual itu kemudian berkembanglah berbagai teori organisasi dengan berbagai kaidah dan rumusnya. 

A. TEORI ORGANISASI KLASIK

Teori ini biasa disebut dengan “teori tradisional” atau disebut juga “teori mesin”. Berkembang mulai 1800-an (abad 19). Dalam teori ini organisasi digambarkan sebuah lembaga yang tersentralisasi dan tugas-tugasnnya terspesialisasi serta memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku tidak 
19
mengandung kreatifitas. Dikatakan teori mesin karena organisasi ini menganggap manusia bagaikan sebuah onderdil yang setiap saat bisa dipasang dan digonta-ganti sesuai kehendak pemimpin.

Definisi Organisasi menurut Teori Klasik: 
Organisasi merupakan struktur hubungan, kekuasaan, tujuan, peranan- peranan, kegiatan, komunikasi dan faktor lain apabila orang bekerja sama.
Teori Organisasi klasik sepenuhnya menguraikan anatomi organisasi formal. 
Empat unsur pokok yang selalu muncul dalam organisasi formal: 
Sistem kegiatan yang terkoordinasi, Kelompok orang, Kerjasama, Kekuasaan & Kepemimpinan
Sedangkan menurut penganut teori klasik suatu organisasi tergantung pada empat kondisi pokok: Kekuasaan, Saling melayani, Doktrin, Disiplin.
Sedangkan yang dijadikan tiang dasar penting dalam organisasi formal adalah: Pembagian kerja Proses Skalar & Fungsional (proses pertumbuhan vertical dan horizontal), Struktur, Rentang kendali.
Teori Klasik berkembang dalam 3 Aliran:
a) Birokrasi: Dikembangkan dari Ilmu Sosiologi
b) Administrasi: Langsung dari praktek manajemen memusatkan Aspek Makro sebuah organisasi.
c) Manajemen Ilmiah: Langsung dari praktek manajemen memusatkan Aspek Mikro sebuah organisasi.

1) Teori Birokrasi

Dikemukakan oleh “Max Weber” dalam buku “The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism” dan “The Theory of Social and Economic Organization”. Istilah  birokrasi berasal dari kata legal dan rasional: “Legal” disebakan adanya wewenang dari seperangkat aturan prosedur dan peranan yang dirumuskan secara jelas. Sedangkan “Rasional” karena adanya penetapan tujuan yang ingin dicapai.
Karakteristik birokrasi menurut Max Weber: Pembagian kerja, Hirarki, wewenang, Program rasional, Sistem Prosedur, Sistem Aturan hak kewajiban, Hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal

2) Teori Administrasi

Teori ini dikembangkan oleh Henry Fayol, Lyndall Urwick dari Eropa dan James D. Mooney, Allen Reily dari Amerika. 
Fayol membagi kegiatan industri menjadi 6 kelompok: Kegiatan Teknikal (Produksi, Manufaktur, Adaptasi), Kegiatan Komersil (Pembelian, Penjualan, Pertukaran), Kegiatan Financial (penggunaan optimum modal), Kegiatan Keamanan, Kegiatan Akuntansi, dan   Kegiatan Manajerial

3) Manajemen Ilmiah

Dikembangkan tahun 1900 oleh Frederick Winslow Taylor. Definisi Manajemen Ilmiah: “Penerapan metode ilmiah pada studi, analisa dan pemecahan masalah organisasi” atau “Seperangkat mekanisme untuk meningkatkan efesiensi kerja”.
F.W. Taylor menuangkan ide dalam tiga makalah: “Shop Management”, “The Principle Oif Scientific Management” dan “Testimony before the Special House Comitte”. Dari tiga makalah tersebut lahir sebuah buku “Scientific Management”. Berkat jasa-jasa yang sampai sekarang konsepnya masih dipergunakan pada praktek manajemen modern maka F.W. Taylor dijuluki sebagai “Bapak Manajemen Ilmiah”.

Empat kaidah Manajemen menurut Frederick W. Taylor: 

a) Menggantikan metode kerja dalam praktek dengan metode atas dasar ilmu pengetahuan
b) Mengadakan seleksi, latihan dan pengembangan karyawan, 
c) Pengembangan ilmu tentang kerja, seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah perlu intregasikan. 
d) Perlu dikembangkan semangat dan mental karyawan untuk mencapai manfaat manajemen ilmiah

B. TEORI NEOKLASIK
        Aliran yang berikutnya muncul adalah aliran Neoklasik disebut juga dengan “Teori Hubungan manusiawi”. Teori ini muncul akibat ketidakpuasan dengan teori klasik dan teori merupakan penyempurnaan teori klasik. Teori ini menekankan pada “pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu ataupun kelompok kerja”. Dalam pembagian kerja Neoklasik memandang perlunya: Partisipasi, Perluasan kerja, dan Manajemen bottom_up.

C. TEORI MODERN
      Teori ini muncul pada tahun 1950 sebagai akibat ketidakpuasan dua teori sebelumnya yaitu klasik dan neoklasik. Teori Modern sering disebut dengan teori “Analisa Sistem” atau “Teori Terbuka” yang memadukan antara teori klasik dan neoklasik. Teori Organisasi Modern melihat bahwa semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan yang saling bergantung dan tidak bisa dipisahkan. 
Organisasi merupakan sistem terbuka yang berkaitan dengan lingkungan dan apabila ingin dapat bertahan hidup maka ia harus bisa beradaptasi dengan lingkungan.




Daftar Pustaka


Raharjanto, Tri Heru. 2004, Human Relations
T. Hani Handoko MBA, Organisasi Perusahaan, BPFE UGM Yogyakarta.
Burhanudin, SE., Msi dkk, Perilaku Organisasional.2011, Yogyakarta.
     http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ekma4333/faktor_faktor.htm
     http://organisasi.org/macam-jenis-bentuk-bentuk-struktur-organisasi- 
     departementalisasi-perusahaan-bisnis

     http://nathaliachristinaa-teorikepemimpinan.blogspot.com/2012/04/0-0-0   
     perilakukeorganisasian-struktur.html

     http://file.upi.edu/Direktori/.../HAND_OUT_TEORI_ORGANIS   
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7W8tyRo3lVOYNMqaWtDyJPlh_79nyw32WfTjIvdCjZwvZNw3k5BCIjQAUuwY-A3pQPiZJOmckSaV5flLAziQrOppFESy1VnqmvlHehUR9D4m2Z4LsCfFj1IbQ392kLZu-pGWLPvpw3iIj/s400/Org-Devt-Bldg-Block-07-27-11.jpg










Post a Comment